Ariranews.com, Batam: Penyidik Ditreskrimsus Polda Kepri hingga kini masih menyelidiki pencemaran limbah minyak di Pulau Labu dan Air, Kecamatan Bulang, Batam. Sejumlah pihak pun sudah dipanggil dan dimintai keterangannya.
“Terkait tindak lanjut kasus ini, penyidik Ditreskrimsus sampai hari ini masih melakukan penyelidikan dalam rangka mengumpulkan alat bukti dan barang bukti,” ungkap Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pol Harry Goldenhardt, Kamis (10/2/2021) siang.
“Sehingga kasus tersebut belum bisa dinaikkan ke tahap penyidikan,” Harry menambahkan.
Terkait rekomendasi hasil rapat dengar pendapat (RDP) DPRD Batam, pekan lalu yang meminta kapal ARK Prestige agar tak meninggalkan PT Marcopolo Shipyard sebelum kasus tersebut tuntas kata Harry tak menjadi kewenangan penyidik untuk menahannya.
“Kita masih dalam tahap penyelidikan, belum dalam tahap penyidikan, di mana belum ditentukan apakah kapal tersebut adalah barang bukti,” kata Harry.
Diberitakan sebelumnya, Polda Kepri tengah menyelidiki kasus pencemaran limbah minyak hitam di Pulau Air dan Pulau Labu, Kelurahan Batu Legong, Kecamatan Bulang, Batam.
Diduga minyak hitam tersebut berasal dari kapal ARK Prestige yang sedang melakukan perbaikan di PT Marcopolo Shipyard yang berada di Kecamatan Sagulung.
Rabu (3/2/2021) siang, beberapa orang warga kedua pulau tersebut dipanggil ke Mapolda Kepri, Nongsa.
“Kita dipanggil ke Polda. Yang dipanggil tiga orang. Saya, Pak Ahmad, dan Pak Amri warga pulau Air. Tapi kita pergi ke Polda satu tim, enam orang. Kita diperiksa di lantai tiga ruang reserse,” ungkap Ketua RW Pulau Labu, Ramadan, Rabu malam.
Di Polda Kepri ungkap Ramadan, mereka ditanyai seputar pencemaran lingkungan tersebut. Mereka pun menjelaskan dari awal kejadian dan dampak yang terjadi. “Kita ditanya terkait permasalahan yang terjadi,” ungkapnya.
Sebelumnya, terkait permasalahan tersebut, telah digelar rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi III DPRD Batam, Selasa (2/2/2021).
Selain perwakilan masyarakat, hadir dalam RDP tersebut manajemen PT Marcopolo Shipyard, DLH Kota Batam, Camat Bulang, Lurah Batu Legong, agen kapal, dan juga kapten kapal Prestige yang diduga sebagai sumber minyak hitam tersebut.
RDP sendiri dipimpin Werton Pangabean, dan dihadiri anggota Komisi III lainnya di antaranya, Arlon Veristo, Dandis Rajagukguk, Muhammad Rudi, dan Rohijat.
Dalam RDP tersebut, perwakilan masyarakat menjelaskan kronologi pencemaran lingkungan tersebut. Warga juga menunjukkan bukti berupa foto dan video dari mana berasalnya sumber minyak hitam tersebut.
Selain dari warga pimpinan rapat juga meminta penjelasan dari pihak Kelurahan Batu Legong, Camat Bulang, dan DLH Kota Batam.
Situasi sempat memanas ketika salah seorang warga berbicara agak dengan nada tinggi hingga mendapat teguran dari pimpinan rapat.
Sementara, pihak PT Marcopolo Shipyard yang diwakili Sutono mengatakan pihaknya akan melakukan investigasi kejadian tersebut. Dia mengatakan belum bisa memastikan minyak hitam itu berasal dari salah satu kapal yang sedang dalam perbaikan di perusahaannya. “Kita harus cari insiden atau human error,” ujarnya.
Dia pun sudah berkomunikasi dengan pemilik kapal yang berada di India. Namun, belum mendapatkan tanggapan. Pemilik kapal juga tak bisa ke Indonesia akibat pandemi Covid-19. “Marcopolo ini perusahaan lama dan dikenal dekat masyarakat sekitar. Saya heran juga masyarakat sekitar tak ada yang kena (limbah minyak), kenapa yang kena yang jauh,” katanya.
Sutono yang juga merupakan HRD perusahaan mengaku terkejut dengan kejadian tersebut.
Diakuinya pada malam kejadian ada sejumlah warga yang menghampiri kawasan perusahaan dengan alasan mengecek sumber minyak hitam yang diduga berasal dari salah satu kapal yang sedang dalam perbaikan di tempat tersebut.
“Memang warga Pulau Labu pada malam hari itu mendekati Marcopolo Shipyard. Esok harinya melaporkan pencemaran minyak yang berasal dari Marcopolo Shipyard.
Dia pun berharap RDP tersebut membuahkan hasil terbaik. “Saya akan membantu informasi yang dibutuhkan. Tujuan datang ke RDP ini tak ada maksud apa-apa. Menyampaikan apa yang kita tahu,” ujarnya.
Perusahaan ungkapnya akan mengikuti proses yang sedang berjalan ini. “Saya tak dapat komentar panjang lagi. Kita tunggu sajalah prosesnya. Kita akan ikuti regulasi yang ada,” katanya, usai RDP berlangsung.
Sementara itu, Werton Pengabean anggota Komisi III DPRD Kota Batam, yang sekaligus memimpin RDP tersebut meminta kapal ARK Prestige tetap berada di tempat sebelum masalah selesai.
“Kami minta jangan dikeluarkan dulu kapal ini sebelum masalah ini clear. Tuntutan warga minta ganti rugi, tapi mereka (warga) belum memberitahukan berapa besar ganti rugi tersebut,” ucapnya.
Kata Werton, pertemuan ini (RDP) dilakukan berdasarkan adanya pengaduan masyarakat. Untuk itu, pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, hal ini dilakukan agar masyarakat yang terkena dampak bisa mendapatkan keadilan.
“Kami akan terus mengawal, jangan sampai permasalahan ini yang tertindas masyarakat kecil,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Ramadan Ketua RW Pulau Labu mengatakan terkait kerugian yang dialami warga belum diketahui jumlahnya. Namun, diperkirakan mencapai miliaran.
“Kalau bicara kerugian tak terhitung, mulai dari segi kesehatan, alat tangkap, wilayah tangkap, dan lainnya. Jadi kalau jumlahnya warga belum hitung pasti,” kata Ramadan.
Dia pun berharap permasalahan ini cepat selesai. Sehingga mereka kembali dapat hidup normal kembali. “Kalau begini bagaimana warga mau mencari nafkah,” ujarnya.(emr)