AriraNews.com, Batam – Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Hasil dari rakernas akan diberikan pada pemerintah sebagai bahan dalam upaya mencegah TPPO.
Ketua Jarnas Anti TPPO, Rahayu Saraswati, mengatakan, kegiatan ini bertujuan memperkuat sinergi dan kolaborasi dalam memerangi tindak pidana perdagangan orang yang terus mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
Rahayu menegaskan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam upaya melawan kejahatan perdagangan orang.
“Untuk memerangi perdagangan orang perlu adanya sinergitas, kolaborasi, kerja sama dari semua pemangku kepentingan dan juga masyarakat,” Rahayu, di Batam pada Rabu (31/7/2024).
Dalam agenda tersebut, Rahayu menegaskan komitmen Jarnas Anti TPPO untuk terus berjuang melawan segala bentuk perdagangan orang. Ia berharap tidak ada lagi korban yang kembali ke tanah air dengan luka, atau bahkan dalam bentuk peti jenazah. Bahkan dalam catatannya, di NTT tak kurang 100 orang korban TPPO meninggal dunia tiap tahunnya.
“Kami hadir di sini untuk mengatakan bahwa kami tetap hadir berjuang melawan perdagangan orang. Supaya tidak ada lagi korban yang pulang dengan luka bahkan peti jenazah. Ini yang masih menjadi PR kita,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia pernah masuk dalam daftar pengawasan tier 2 terkait perdagangan orang. Jika kondisi ini memburuk hingga masuk ke tier 3, maka dukungan internasional bagi Indonesia, termasuk dalam situasi kebencanaan, akan diblokir. Hal ini menunjukkan bahwa negara dianggap tidak serius dalam melawan perdagangan orang.
Rahayu juga menyoroti Batam dan Kepri yang bukan hanya sebagai pintu masuk dan keluar, tetapi juga sebagai tujuan dari perdagangan orang.
“Sayangnya, Batam dan Kepulauan Riau bukan hanya sebagai pintu masuk dan keluar, tapi juga sebagai transit. Bukan hanya sumber, tapi juga tujuan untuk perdagangan orang,” katanya.
Rahayu juga menyoroti kondisi di beberapa daerah yang memiliki lokasi-lokasi yang kerap menjadi tempat eksploitasi seksual, di mana para korban dijanjikan pekerjaan layak, namun justru dijadikan pekerja seks komersial (PSK).
“Hal ini juga sudah masuk dalam Undang-Undang TPKS, menandakan bahwa eksploitasi seksual merupakan bagian dari kekerasan seksual,” katanya.
Ia menekankan bahwa eksploitasi seksual ini berdampak serius terhadap masa depan bangsa, termasuk peningkatan angka HIV/AIDS, kehamilan di luar nikah, serta potensi perdagangan anak dan bayi.
Rahayu menyebutkan bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di Batam, tetapi juga di kota-kota lain seperti Surabaya, Manado, Bali, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Oleh karena itu, kolaborasi dan kerja sama institusi terkait menjadi kunci dalam memerangi masalah ini.
Sementara itu, Wakil Gubernur Kepri, Marlin Agustina, menyambut baik kegiatan yang digelar oleh Jarnas Anti TPPO. Ia menyebut kegiatan ini sebagai sebuah keberkahan bagi Pemerintah Provinsi Kepri dalam upaya bersama melawan tindak pidana perdagangan orang.
“Mudah-mudahan melalui kegiatan ini, nantinya bisa memberikan masukan sekaligus berkontribusi dalam hal pencegahan bagi Provinsi Kepri dan Batam dalam memerangi perdagangan orang. Dan intinya, kami dari Pemerintah Daerah menyambut baik kegiatan ini,” ungkapnya. (rvi)