banner 728x90

Ahli ITB, SUTT PLN Aman 100 Persen

Ariranews.com, Batam: Sidang gugatan warga yang menolak dibangunnya jaringan SUTT di dekat lingkungan mereka terus berlanjut di Pengadilan Negeri Batam.

Kamis (11/2/2021) siang, beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli. Hadir dalam sidang tersebut: Prof.Dr.Ir. Bambang Anggoro, MT.IPU, Profesor in High Voltage Engineering Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Dr.Ir. Sangriyadi Setio, ahli kontruksi dan juga dosen di ITB.

“Tadi dalam pesidangan sudah kita sampaikan semua menurut keahlian kita masing-masing,” ujar Prof.Dr.Ir. Bambang Anggoro, MT.IPU, yang ditemui di Batamcenter, usai sidang berlangsung.

Menurut Bambang, adanya penolakan dari masyarakat terhadap pembangunan jaringan listrik tersebut merupakan hal biasa. Masyarakat mungkin belum sepenuhnya mendapatkan informasi, sehingga timbul digaan-dugaan. Terutama hal-hal negatif. Padahal tak sepenuhnya demikian.

“Ini tak hanya terjadi di Batam, tapi juga daerah-daerah lain, terutama di Jawa. Dan saya sudah sering menjadi saksi ahli dalam masalah ini,” kata Bambang.

Dijelaskan Bambang, ada dua jenis saluran tegangan tinggi di Indonesia. Pertama SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) yang bertegangan 500 kV. Jenis ini biasa yang digunakan di Pulau Jawa. Jenis ini dipakai sesuai dengan kebutuhan. Pasalnya, pembangkit listrik berkapasitas besar banyak berada di Jawa Timur. Sedangkan pemakaian banyak di Jawa Barat.

“Di Jawa listrik tak seimbang. Pembangkit di Jatim dan pemakaian banyak di Jabar. Maka dibutuhkan tegangan yang lebih besar,” ungkapnya.

BACA JUGA:   Kemenhub Kuatkan Pulau Nipa Lewat Regulasi dan Kolaborasi

Kedua, jenis SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) yang saat ini sedang dibangun di Batam oleh bright PLN Batam.

“SUTT memang untuk tegangan yang lebih kecil dan jarak tak terlalu jauh seperti 150 Kv,” ungkapnya.

Pada prinsipnya lanjut Bambang, kedua jenis pengantar listrik tersebut sama. Sama-sama merujuk pada aturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di mana dalam pembangunannya tak boleh berdampak negatif pada lingkungan. Sehingga diaturlah syarat-syarat keamanannya.

Seperti dampak medan listrik dan medan magnet yang ditimbulkan. Dalam aturan WHO tegangan listrik di bawah titik pengukuran tidak boleh lebih dari 5 Kv/m.

“Ada suatu motode untuk mengukurnya, medan listrik dan magnet itu memang ada, cuma kecil. Dalam standar itu apabila ada orang di bawahnya selama-lamanya tak apa-apa. Tapi kalau di atas itu ada batasnya. Makanya kalau orang-orang yang bekerja di atas tegangan itu ada waktunya untuk keluar dari area,” ungkapnya.

“Indonesia masih ikut aturan WHO, kalau di Rusia lebih longgar lagi, malah batas minimum 10 Kv/m,” dia menegaskan.

Nah, terkait SUTET dan SUTT di Indonesia dalam sepengetahuannya tak ada yang melebihi standar tersebut. Karena ahli kontruksi di PLN pasti merujuk pada aturan-aturan itu.

“Tegangan itu diukur di bawah saluran dan di tempat kosong. Karena semakin jauh dari titik pengukuran tegangan atau medan magnet dan listrik itu makin kecil belum lagi kalau ada tanaman atau bangunan maka makin turun. Bisa-bisa sampai di pemukiman sudah nol,” ungkapnya lagi.

BACA JUGA:   HARRIS Resort Waterfront Batam Rayakan Anniversary 22 Tahun dengan Bertabur Promo

Sehingga kata Bambang, rancang bangun SUTET dan SUTT dibuat tinggi. Tujuannya untuk mengurangi medan magnet dan listrik tersebut.

Selain itu Bambang juga menjawab kekhawatiran masyarakat bila terjadi petir.

“Justru sebenarnya masyarakat yang ada di area itu makin aman. Karena SUTET atau pun SUTT kawat paling atas kan ground, untuk melindungi sambaran petir. Malah area sekitar tambah aman,” ungkapnya lagi.

“Saya sering diminta menjelaskan ini, jadi SUTET dan SUTT itu aman 100 persen,” Bambang menegaskan.

Sementara, itu Dr.Ir. Sangriyadi Setio, ahli kontruksi dan juga dosen di ITB, juga menjelaskan SUTET dan SUTT menurut keahliannya.

“Sebetulnya kontruksi SUTET dan SUTT beda. Tapi masyarakat sering menyebutnya sama, tower. Kalau SUTT sebetulnya cuma tiang. Namun, fungsi sama,” kata Sangriyadi, yang sudah 30 tahun lebih berkutat dengan dunia kontruksi. Sama dengan Prof. Bambang dia juga sering dijadikan saksi ahli dan turun ke masyarakat dalam menjelaskan kontruksi tower listrik.

Dalam membangun, khususnya kontruksi tower atau tiang listrik kata Sangriyadi, merujuk pada peraturan Menteri ESDM dan juga tata ruang sebuah wilayah.

“Semua sudah diatur di dalamnya. Mulai dari jarak, ayunan kabel, tegangan, dan segala macam. Dan selama ini tak ada jadi masalah,” ungkapnya.

BACA JUGA:   Penghitungan C Hasil 98,7 Persen, Ansar-Marlin Unggul

Untuk jarak pertiang kata pria murah senyum itu minimum 150 meter dan maksimum 200 meter. Biasanya juga disesuaikan dengan medan di lapangan.

“Kalau untuk kabel putus belum ada. Karena kabel itu cukup kuat. Adanya kekhawatiran karena ketidaktahuan masyarakat,” ujarnya.

Sebelumnya, Bukti Panggabean, Vice President Public Relations bright PLN Batam, mengakui proyek SUTT 150 KV tersebut sangat vital. Pasalnya, menyangkut suplai tenaga listrik untuk wilayah Nongsa, yang di daerah tersebut tak hanya ada pemukiman penduduk tapi juga ada juga kantor pemerintahan, kawasan industri dan pariwisata dan tentunya memerlukan pasokan listrik yang handal.

“Saat ini Gardu Batu Besar sudah tak sanggup lagi menyuplai listrik ke wilayah Nongsa,” ungkapnya.

Bukti juga mengakui saat ini ada penolakan dari sejumlah okmun masyarakat dengan alasan proyek SUTT tersebut membahayakan. Bahkan saat gugatannya sedang berproses di Pengadilan Negeri Batam.

“Namun bright PLN Batam sudah mengikuti semua prosedur, izin, dan standar keamanan SNI, semuanya sudah terpenuhi yang intinya pembangunan SUTT tersebut tidak membahayakan,” tegasnya.

Terkait permasalahan di lapangan pihaknya sudah menempuh berbagai cara. Termasuk langkah-langkah hukum.

“Kami sudah temui masyarakat untuk sosialisasi dan menjelaskan. Sangat persuasif lah. Saat ini juga ada kuasa hukum yang menanganinya, ” ujarnya.(emr)