Jamselinas 13 Malang: Antara Rindu dan Lagu-lagu Itu

Anggota BFB di Jamselinas 13 Malang.

Catatan Rizal Saputra

Pasti ada cerita setelah hari itu. Cerita yang dibawa pulang setelah “berhari raya” bersama ribuan pengguna sepeda lipat di Kota Malang. Tentang gegap gempita rangkaian acara. Tentang kisah yang dirajut ketika pedal itu dikayuh, ketika sepeda itu dituntun di “tiba-tiba” tanjakan.

Cerita dan kisah yang selalu datang berulang-ulang, ketika kembali bersepeda. Ketika menenguk secangkir kopi di berbagai meja. Juga di berbagai platform media untuk berbalas kisah dan pengalaman yang berbeda dari tiap pesepeda.

Cerita yang juga kembali akan bermunculan ketika hiruk pikuk kesiapan Banjarmasin menjadi tuan rumah Jamselinas 14 tahun 2025 nanti. Hari-hari ini, kisah Jamselinas 13 Malang selalu berlalu lalang, untuk dikenang.

Bersama puluhan pesepeda yang tergabung dalam komunitas Batam Folding Bike (BFB), kami juga hadir di Ngalam. Untuk berlebaran bersama 3.126 pesepeda dari seluruh Nusantara yang mendaftar. Juga teman-teman dari Kuala Lumpur, Johor dan Thailand.

Ketua BFB, Rizal Saputra.

Batam memulai kisah dengan menggelar welcome dinner di kediaman dr Trisunu R Wibowo, warga Batam asal Malang. Dengan sajian yang luar biasa dari dr Trisunu bersama istrinya Fatma Ridari, BFB pun menjadikan momen ini untuk memperkuat rantai silaturahmi dengan mengundang pengurus Indonesia Folding Bike. Ipung, sang ketua dan pengurusnya berserta sang founder IdFB, Om Bugs memenuhi undangan itu. Demikian juga teman-teman BromptonMY dari Kuala Lumpur dan The Lipatist dari Johor, Malaysia.

Kami pun berbagi cerita. Berpindah dari satu meja ke meja lainnya untuk mendengar beragam kisah yang dibawa. Tentu tentang sepeda.

BACA JUGA:   BP Batam Investment Awards 2022, PT Schneider Electric Raih Penghargaan PMA dengan Nilai Realisasi Investasi Terbesar

Ketika sejumlah teman tiba, mereka mengira sedang ada resepsi pernikahan di rumah dr Trisunu. Karena memang didirikan tenda seperti nuansa pernikahan di welcome dinner itu. Ada pula organ tunggal untuk menyemarakkan acara. Terima kasih dr Trisunu untuk keseruan malam itu.

Kegembiraan berhari raya menggema setelah azan subuh berkumandang pukul 03.40 WIB, Sabtu, 7 Desember 2024. Seragam lebaran berwarna putih sudah disiapkan setelah diambil pada Jumat petang. Juga dengan berbagai aksesorisnya.

Semua ingin cepat-cepat ke Balai Kota Malang. Berdesak-desakan untuk berada di “shaf” pertama garis start. Apalagi mentari mulai terbit pukul 05.05 WIB, yang untuk kota di bagian paling barat negeri ini, mungkin masih menggeliat di tempat tidur.

Menjelang tiba, selalu saja sapa menyapa dengan para pesepeda. Membunyikan lonceng sepeda, mendengar kriiing kriiiing di antara gemuruh pengguna jalan lainnya.

Di Balai Kota Malang, lautan sepeda tumpah ruah. Memenuhi bundaran tugu. Menyemut dari berbagai penjuru jalan yang menuju Balai Kota. Balon gate tanda pelepasan berwarna biru tampak segak untuk mempersilakan pesepeda melewatinya. Ada juga balon gate berwarna hitam, sebagai penanda untuk bersiap-siap menuju titik pelepasan.

Suara dentam dentum dari turntable yang dipandu seorang DJ cantik memicu dan memacu semangat. Beberapa di antara mereka naik ke meja, mengibarkan bendera komunitas untuk diabadikan. Sememangnya harus ada petikan foto atau rekaman video untuk setiap momen berhari raya.

Satu persatu sepeda melaju. Menempuh jarak 36 kilometer menuju titik finish: Graha Cakrawala, Universitas Negeri Malang. Sebanyak 55 peserta dari Batam ikut hadir dan merayakannya, dari sekitar 70 orang yang mendaftar.

BACA JUGA:   Pengawasan Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Roro Telaga Punggur Diperketat

Berkayuh dengan kegembiraan. Karena beberapa di antara mereka baru pertama ikut berhari raya, setelah tahun 2023 lalu menjadi bagian dari Batam dalam menyukseskan Jamselinas 12.

Menyusuri jalur yang asyik. Melintas berbagai ruas jalan. Mulai perkotaan yang berebutan dengan pengguna jalan lainnya. Jalur-jalur syahdu untuk diabadikan dan dijadikan jejak digital. Perkebunan, sawah, sekolah dasar yang ketika sepeda lewat mereka rentangkan tangan untuk tos-tosan. Tanjakan yang tiba-tiba dan membuat pesepeda tangguh pun harus menuntun karena kesempitan untuk bisa berakselerasi. Juga melewati kampus Universitas Brawijaya untuk mengabadikan berbagai titik foto sebelum sampai Graha Cakrawala.

Sebagian rombongan Batam memang ingin menjadikan momen ini abadi melalui foto dan video. Karena itu mereka tidak melaju. Hanya ingin seru-seru. Bahkan tiba-tiba ada yang memimpin Sholawat Badar di tengah perkebunan karet mengiringi pesepeda lain yang melintas.

Sepanjang jalan, cuaca Kota Apel ini sangat mendukung. Sejuk, teduh dengan udara yang segar. Kami terus berkayuh. Hingga sampai titik finish yang sudah dipenuhi ribuan pesepeda yang start sejak pukul 06.00 pagi.

Rantai silaturahmi dengan kegembiraan mulai dirajut. Dapat teman baru dari berbagai wilayah, bertemu teman lama untuk berbagi cerita dan rindu. Hingga kembali beristirahat untuk persiapan Gala Dinner sebagai puncak rangkaian Jamselinas 13 Malang.

Semangat Jamselinas, kata Foundernya, Azwar Hadi Kusuma adalah sebuah wadah silaturahmi pesepeda lipat seluruh Indonesia, sebuah ajang berkumpulnya komunitas sepeda lipat terbesar di Indonesia. Kata Om Bugs, pasti selalu ada kebahagiaan ketika silaturahmi dengan teman-teman dari seluruh Nusantara.

BACA JUGA:   Wajib Baca, Ini Deretan Promo HARRIS Resort Waterfront di Akhir Tahun
BFB di Jamselinas Malang.

Kalau kata Ipung, Ketua Indonesia Folding Bike, banyak kebahagiaan yang didapat setiap Jamselinas. Silaturahmi dengan perwakilan pesepeda lipat seluruh Nusantara sehingga menambah persaudaraan. Juga pengalaman yang berbeda dengan mendapatkan banyak cerita.

Kebahagiaan itu yang sememangnya didapatkan.

Tapi, di antara kebahagiaan dan kesempurnaan event ini, ada satu momen yang menurut saya, kurang asyik. Ketika masuk ke sesi hiburan di Gala Dinner, ketika artis itu mulai mendendangkan lagu kedua dan seterusnya. Di kuping saya, yang kurang akrab dengan tembang-tembang itu, untuk event yang ada kata Nasionalnya, harusnya disajikan lagu-lagu yang memang terkenal secara nasional. Walaupun itu lagu dengan bahasa daerah.

Ketika lagu pertama dilantunkan, saya masih paham. Karena itu identitas pemiliknya. Tapi ketika seterusnya menyanyikan lagu yang —mohon maaf— kami di sebagian Sumatera tidak akrab, rasanya jadi tidak klimaks puncak kesempurnaan event ini. Sekali lagi mohon maaf, jadi semacam hilang kesan nasionalnya.

Ketika sepanjang Ahad (8/12) pesepeda ke tempat mereka beraktivitas, Ipung pun melepas kepulangan mereka dengan ucapan terima kasih. Karena ikut hadir dan mensukseskan acara yang diinisiasi Indonesia Folding Bike ini.

“Mohon maaf jika dalam pelaksanaanya masih terdapat kekurangan, Insya Allah akan menjadi koreksi kami agar ke depannya agar menjadi lebih baik lagi,” tulis Ipung.

Saya ingin membalas: ini kan lebaran, selain bergembira dan bersilaturahmi, memang harus bermaaf-maafan.

Sampai jumpa di Jamselinas Banjarmasin 2025.