Bayar UWT dan PBB, Taba Iskandar Minta Pemerintah Ringankan Beban Warga Batam

Avatar photo
Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Taba Iskandar.

AriraNews.com, Batam – Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Taba Iskandar, menyampaikan hasil resesnya terkait keluhan masyarakat Batam. Menurutnya, warga merasa terbebani dengan kewajiban membayar Uang Wajib Tahunan (UWT) kepada BP Batam sekaligus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

“Masyarakat dikenakan double pungutan. Setiap tahun wajib membayar PBB, sementara UWT dibayar setiap 30 tahun sekali. Sampai kapan masyarakat harus menumpang di tanah ini?” ujar Taba, Kamis (2/10/205).

Ia menilai sistem tersebut tidak adil, terutama untuk lahan permukiman yang bersifat permanen. Seharusnya, kata dia, skema sewa lahan lebih tepat diberlakukan untuk kawasan industri dan jasa, bukan untuk masyarakat yang sudah menetap.

Taba mendesak agar pemerintah pusat mengambil kebijakan untuk menghapus UWT dan hanya memberlakukan satu pungutan, yakni PBB.



“UWT ini bagian dari penerimaan BP Batam melalui PNBP. Kalau dihapus, BP bisa mencari sumber penerimaan lain. Jika PL (Pengalokasian Lahan) di permukiman masyarakat dicabut, maka kewenangan kembali ke negara. Negara bisa menerbitkan sertifikat hak milik, bukan lagi HGB,” jelasnya.

Menurutnya, inilah harapan masyarakat Batam, memiliki kepastian hukum atas tanah dengan status hak milik, bukan terus-menerus dalam posisi sebagai penyewa.

Sebelumnya Taba Iskandar, S.H., M.H., M.Si, juga sudah menyuarakan hal tersebut dalam Rapat Paripurna DPRD Kepri Masa Sidang ke-3 Tahun Anggaran 2024–2025, Senin (29/9/2025).

Dalam laporannya, Taba Iskandar yang tampil mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) 6 Kota Batam (Bulang, Galang, Nongsa, dan Seibeduk) menyoroti beragam persoalan krusial yang menjadi keluhan masyarakat, mulai dari infrastruktur dasar, ketenagakerjaan, hingga pelayanan publik.

BACA JUGA:   BP Batam dan BPS RI Teken MoU, Perkuat Basis Data untuk Kebijakan Ekonomi Batam

Taba menegaskan, di antara tuntutan utama warga adalah penghapusan Uang Wajib Tahunan (UWT) untuk lahan pemukiman dan perumahan. Menurutnya, kebijakan ini memberatkan masyarakat serta menimbulkan ketidakpastian kepemilikan lahan.

Selain itu, ia juga mengkritisi kondisi jalan Seibeduk–Mukakuning yang rawan kecelakaan hingga merenggut korban jiwa. Jalan tersebut menjadi kewenangan BP Batam dan diharapkan segera mendapat perbaikan.

Di sektor ketenagakerjaan, Taba menyampaikan aspirasi agar perusahaan besar di Batam—mulai dari Kabil, Mukakuning, Tanjunguncang, Batuampar hingga Punggur—memberi prioritas bagi tenaga kerja lokal atau putra daerah dalam proses rekrutmen.

Masalah banjir juga menjadi sorotan. Taba menilai lemahnya pengawasan terhadap alokasi lahan dan pembangunan tanpa kajian lingkungan (AMDAL) memperparah banjir di sejumlah pemukiman. Di sisi lain, ia menekankan keterbatasan pasokan listrik di Rempang dan Galang yang masih 14 jam per hari, jauh dari harapan masyarakat untuk mendapatkan aliran listrik penuh 24 jam.

Sektor ekonomi rakyat pun tak luput dari perhatian. Menurut Taba, nelayan tangkap maupun budidaya masih membutuhkan peningkatan fasilitas dan program pemberdayaan. Sementara itu, sektor kesehatan juga menghadapi kendala, terutama kekurangan tenaga medis di Rempang dan Galang yang berdampak pada pelayanan kesehatan warga.

“Semua aspirasi ini adalah suara langsung dari masyarakat. Kami berharap dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah maupun instansi terkait, agar pembangunan lebih merata dan dirasakan manfaatnya,” tegas Taba dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Utama Balairung Raja Khalid Hitam, Kantor DPRD Kepri, Pulau Dompak, Tanjungpinang.

Rapat Paripurna ini dipimpin Wakil Ketua II DPRD Kepri, dr. T. Afrizal Dachlan, MM, dengan agenda utama Laporan Pelaksanaan Reses Masa Sidang Ketiga Tahun Sidang 2024–2025. Hadir pula Sekretaris Daerah Provinsi Kepri, Drs. Adi Prihantara, M.M., mewakili Gubernur Kepri.

BACA JUGA:   Ascott Indonesia Berbagi dengan Masyarakat di Bulan Ramadan, Termasuk di Batam

Seperti diketahui, reses masa sidang ketiga telah berlangsung 14 hari, sejak 26 Agustus hingga 8 September 2025. Aspirasi masyarakat yang dihimpun dari tujuh daerah pemilihan (Dapil) disampaikan secara bergantian oleh juru bicara masing-masing, termasuk Taba Iskandar dari Dapil 6.

Daerah pemilihan ini sendiri terdiri dari 7 Dapil. Yaitu Dapil 1, Kota Tanjungpinang, Dapil 2, Kabupaten Bintan dan Kabupaten Lingga, Dapil 3, Kabupaten Karimun, Dapil 4, Kota Batam (meliputi Batam Kota, Lubukbaja, Batuampar dan Bengkong), Dapil 5, Kota Batam (meliputi Batuaji, Sagulung, Belakangpadang dan Sekupang), Dapil 6, Kota Batam (meliputi Bulang, Galang, Nongsa, dan Seibeduk), Dapil 7, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas.

Reses merupakan amanat peraturan perundangundangan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 Juncto Peraturan DPRD Provinsi Kepulauan Riau tentang Tata Tertib. Setiap anggota DPRD, kembali ke daerah pemilihan masing-masing, menemui masyarakat, guna menjaring aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat yang diterima sudah dihimpun dalam Laporan Pelaksanaan Reses, baik laporan perorangan maupun laporan bersama dari masing-masing dapil.

Masing-masing dari Juru Bicara/Wakil dari setiap Dapil membacakan laporan resesnya, yakni Clara Claudia Damayu Lase, S.IP mewakili Dapil 1, Hanafi Ekra, S.Ag., M.Pd.I mewakili Dapil 2, Januar Robert Silalahi, S.I.Kom mewakili Dapil 3, H. Suhadi, ST mewakili Dapil 4, Ir. Onward Siahaan, S.H., M.Hum mewakili Dapil 5, H. Taba Iskandar, S.H., M.H., M.Si mewakili Dapil 6, Marzuki,SH mewakili Dapil 7.

BACA JUGA:   Pendataan Keluarga oleh BKKBN, RT RW Harus Membantu

Setelah laporan reses telah dibacakan oleh setiap wakil atau juru bicara dari tiap Dapil, Pimpinan Rapat berharap semua yang menjadi catatan, aspirasi yang disampaikan menjadi bahan penting dalam penyusunan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau.

Terpisah, Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, menegaskan pihaknya belum membahas soal penghapusan UWT. Saat ini BP Batam lebih fokus mempersiapkan sistem tata kelola lahan.

“Kami belum membahas sampai ke arah itu, bagaimana soal UWT, tarif, dan kebijakan yang terkait. Saat ini fokus kami menyiapkan tata kelola lahan,” ujar Amsakar, beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan BP Batam kini tengah mengembangkan Land Management System (LMS). Dimana sistem ini juga membantu meningkatkan investasi di Kota Batam.

“Ini sedang kami persiapkan dan nanti akan kami sampaikan dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI,” katanya.

Amsakar juga menyebut aspirasi masyarakat mengenai UWT akan diteruskan dalam rapat tersebut. Namun, hingga kini pihaknya belum memiliki formulasi penghapusan UWT untuk lahan di bawah 200 meter persegi.

Menurutnya, lahan di Batam dibedakan ke dalam beberapa kategori, seperti kawasan perkotaan, industri, dan lainnya. Tarif UWT di kawasan industri umumnya lebih mahal.

“BP Batam belum membahas sampai sedetail itu. Intinya, saat ini kami fokus mempersiapkan tata kelola lahan di Kota Batam,” tegasnya.(ara)