AriraNews.com, Batam – Di Indonesia secara khusus di Provinsi Kepulauan Riau pada Pilkada 27 November 2024 mendatang terdapat 8 Pemilihan Kepala Daerah, yaitu Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Kepri dan 7 Kabupaten dan Kota.
Mendekati waktu Pendaftaran Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, Bupati dan Wakil Bupati di 5 Kabupaten dan Walikota dan Wakil Walikota di 2 Kota pada tanggal 27 – 29 Agustus 2024, terdapat informasi dari media adanya fenomena ‘BORONG PARPOL’, tentunya bertujuan agar Calon Tunggal dapat mendominasi kendaraan partai, sehingga calon lain secara aturan tidak punya kesempatan mencalonkan diri disebabkan kehabisan kendaraan pengusung (baca: kursi).
Sesuai PKPU 8 tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di Pasal 11 tentang Persyaratan Pencalonan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu. Yaitu Pasal 11 ayat (1) Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu dapat mendaftarkan Pasangan Calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Di Provinsi Kepri yang mencuat beritanya terdapat CALON TUNGGAL adalah :
Kota Batam berkemungkinan besar Calon Tunggal karena salah satu Calon Amsakar Ahmad – Li Claudia Candra sudah mendapatkan dukungan resmi 43 kursi dari 11 parpol, tinggal PDIP sendirian dan kursinya tidak mencukupi untuk mencalonkan diri karena hanya 7 kursi dari 50 kursi DPRD Kota Batam.
Kabupaten Bintan, dari 25 kursi DPRD ada 5 Parpol besar yang mendukung Paslon dengan jumlah 17 kursi mendukung Paslon Petahana (Wabup kemudian diangkat menjadi Bupati), tersisa 2 Parpol Demokrat 6 kursi dan PDIP 2 kursi, kabarnya Demokrat-pun sudah inten komunikasi akan memberikan jatah Wakil Bupati. Jika benar demikian maka 23 kursi dikuasai Calon Petahana.
Kabupaten Lingga, Satu Calon Petahana sudah mendapat dukungan 22 Kursi dari 6 Parpol besar dari 25 kursi, tersisa 3 kursi (Perindo 2 dan PKS 1 kursi) yang pasti tidak mencukupi untuk mencalonkan diri.
Bagaimana dengan yang lain? Apakah Pencalonan Gubernur dan Wagub Provinsi Kepri berkemungkinan hanya Calon Tunggal? Potensi itu bisa terjadi. Yang saat ini muncul ada 3 Kandidat Cagub yaitu Petahana Ansar Ahmad, Walikota Batam 2 periode yaitu Muhammad Rudi dan Kapolda Provinsi Kepulauan Riau Yan Fitri, yang baliho dan spanduk tersebar di mana-mana.
Secara dukungan sampai saat ini Pencalonan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Petahana merupakan Tokoh Senior Golkar (9 kursi) dan sudah didukung oleh Partai Gerindra (9 kursi). Muhammad Rudi karena sebagai Ketua DPW Partai Nasdem Provinsi Kepulauan Riau terntunya mendapat dukungan dari Partai yang dikomandoi (7 kursi). Sedangkan Yan Fitri belum terdapat dukungan tertulis dari 8 partai lainnya.
Untuk Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Prov. Kepri minimal dukungan 9 kursi, karena jumlah kursi DPRD Prov. Kepri sebanyak 45 kursi. Apakah Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri akan juga di Batam-kan menjadi Calon Tunggal, artinya melawan Kolom/Kotak Kosong ?
Kapan Calon Tunggal ini Dimulai ?
Pada awalnya sesuai UU No. 8 tahun 2015 yang mengatur Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota mensyaratkan bahwa KPU menetapkan sekurang-kurangnya dua Paslon sebagai peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada). Dan di pasal 54 ayat (5) Peraturan KPU No. 12 tahun 2015, ketentuan ini diterjemahkan oleh KPU bahwa jika tidak terdapat paslon atau satu paslon yang mendaftar sampai berakhirnya pendaftaran Pason maka KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan penundaan seluruh tahapan. Dan Pemilihan di daerah tersebut diselenggarakan pada Pilkada serentak selanjutnya.
Kemudian ketentuan UU 8 tahun 2015 tersebut di JR (Judicial Review) atau diujimateri ke Mahkamah Konstitusi, hasilnya peraturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945, dan menurut MK hal tersebut merugikan hak konstitusional warga negara. Sehingga Pemilu Serentak Gelombang Pertama tahun 2015 dan Pilkada Serentak Pilkada Gelombang Kedua tahun 2017 Putusan MK ini diberlakukan sampai sekarang.
Bagaimana Fenomena Calon Tunggal, melawan Kolom Kosong? Jika bicara Demokrasi berasal dari Demos (rakyat) dan Kratos (kekuasaan), artinya demokrasi adalah kekuasaan ada di tangan rakyat. Rakyat yang memilih, sehingga terdapat istilah ‘one person – one vote – one value (opovov)’.
Inipun diejawantahkan sesuai Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yaitu ‘Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis’.
Pilkada Serentak di Kepri tahun 2020 ada 7 daerah yang melaksanakan Pilkada, kecuali Kota Tanjungpinang; hampir terdapat Calon Tunggal yaitu di Kabupaten Bintan, tetapi mendekati ditutupnya pendaftaran, salah satu Partai Pengusung yaitu PDIP mengalihkan dukungannya ke Paslon lain bersana Nasdem, sehingga tidak terjadi Calon Tunggal. Penarikan dukungan berdasarkan Surat Edaran dari KPU RI.
Pilkada tahun 2024 di Kepri hampir dipastikan ada 3 daerah yang mengajukan Calon Tunggal, karena dukungan mayoritas Parpol saat ini di Paslon tertentu, dan masih ada kemungkinan daerah lain di Provinsi Kepri mengalami hal yang sama.
Seorang Tokoh Masyarakat Banten, Embay Mulya Syarief mengatakan dalam tulisannya di jambi.antaranews.com, bahwa manusia merupakan makhluk yang bermartabat, sehingga tidak patut jika berhadapan dengan suatu benda, dalam hal ini kolom kosong/kotak kosong.
“Jika melawan kolom/kotak kosong, itu membuat calon yang akan maju nanti menjadi tidak bermartabat. Jangan sampai calon itu dibuat tidak bermanfaat, karena tidak bertanding dengan sesama manusia,” katanya.
Maka adanya Calon Tunggal di tiga daerah di Kepri khususnya Kota Batam yang penduduk (pemilih) majemuk dan pemilihnya 54% se Provinsi Kepri dan sebagai Kota Industri yang maju, maka Calon Tunggal merupakan kemunduran demokrasi. Karena Pemilih tidak bisa memilih program dan ide/gagasan terhadap Para Calon Wako-Wawako Batam atau Bupati-WakilBupati, tetapi Pemilih akan disajikan Pemilihan dengan 1 Calon melawan Kolom/Kotak Kosong, yang hakekatnya Pemilih melakukan ‘keterpaksaan’ karena tidak ada lawan pasangan lain.
Bahkan saat Kampanye (memaparkan program dan ide), terdapat Kampanye Terbuka, kampanye tertutup, kampanye dialogis dan bahkan debat terbuka di stasiun Televisi; maka jika Calon Tunggal akan Kampanye melawan siapa ?
Cara merebut kekuasaan dengan memborong Partai Politik adalah syahwat kekuasaan yang merupakan benalu demokrasi yang tidak boleh terjadi di Provinsi Kepulauan Riau. Karena ini menjadikan dinamika demokrasi mati, terdapat unsur pelanggaran hak rakyat karena tidak adanya kompetisi, dan demokrasi menjadi tidak sehat.
Praktik Calon Tunggal setelah Putusan MK adalah berdemokrasi semu, seolah-olah demokrasi tetapi yang terjadi ‘pemaksaan merebut kekuasaan dengan cara yang dianggap legal’.
Siapa yang mampu memborong Parpol? Pada umumnya adalah Penguasa Tinggi yang gaya pemerintahan cenderung Otoriter atau pemegang modal besar yang mampu ‘memborong semua gerobak’ yang biasa disebut oligarki.
Saya sebagai Penulis mendorong Parpol yang belum memberikan dukungan secara resmi, dan jika sudah memberikan dukungan resmi, hal ini masih ada waktu untuk merubah. Tunjukkan bahwa Parpol tidak semata-mata haus kekuasaan, tetapi mampu memberikan alternatif calon pemimpin (tokoh) yang mampu meneruskan dan memajukan estafet kepemimpinan, yang secara sungguh-sungguh mampu memajukan daerahnya tercinta, sehingga terdapat kompetisi apple to apple melakukan adu program dan ada adu ide/gagasan untuk memajukan daerah. (***)
Penulis : Widiyono Agung Sulistiyo
Tinggal di Kota Batam, Komisioner KPU Provinsi Kepri (Divisi Hukum dan Pengawasan) Periode 2018 – 2023, dan Inisiator, Penulis, Editing dan Koordinator Penulisan Buku ‘Nakhoda Tangguh Di Tengah Badai’ dan beberapa buku lainnya, serta Terpilih dalam Penulisan Tata Kelola Pemilu tahun 2024 pada tahun 2022 oleh KPU RI , tulisan berjudul : Lima Kotak Suara Menjadi Empat Kotak Suara Pada Pemilu 2024’.